Sebagian orang yang mencari kebenaran dan ber-suluk ber-suluk di jalan Allah adakalanya melihat banyak ragam ilmu, amal, dan jalan (thariqah) menuju Allah Swt. Ia menjadi bingung, mana yang harus di pilih dan jalan mana yang harus ditempuh. Hal ini mungkin menyebabkan ia tetap berhenti di tempat karena dilanda kebingungan. Oleh sebab itu, siapapun yang mengalami hal atau keadaan seperti itu atau yang serupa dengan itu, hendaknya bepikir dengan tenang. Apabila berada dalam di bawah pengawasan seorang (guru) yang ‘alim, ‘arif, dan muhaqqiq, wajiblah ia memilih dan mengandalkan apa yang diisyaratkan atau di tentukan oleh syaikhnya itu, baik dalam hal ilmu, amal, sikap, jalan, kepercayaan, maupun urusan kehidupan. Demikian itu sudah cukup baginya.
Namun, apabila orang yang bersuluk tidak berada di bawah pengawasan seorang syaikh yang tidak memiliki sifat-sifat seperti yang telah kami sebutkan, hendaknya ia mengetahui, pertama-tama, bahwa di antara berbagi ilmu dan amal, ada yang di fardukan atas setiap individu, tidak bagi setiap individu, tidak bagi setiap orang. Yaitu, separti ilmu akidah, atau ilmu keislaman, termasuk di dalamnya yang bersangkutan thaharah, shalat, puasa, dan sebagainya. Hal-hal ini tidak boleh tidak harus diketahui dan diamalkan, apa pun yang terjadi.
Kalau telah selesai mencakup (mengetahui dan mengamalkan) itu semua, hendaknya ia memilih amal-amal, ilmu-ilmu, cara-cara, dan aturan-aturan yang di anggapnya lebih dekat pada ridha Tuhannya. Yang demikian ini tidak akan tersembunyi baginya selama ia benar-benar tulus dalam tujuan, keinginan, serta pencerianya akn Tuhan serta jalan keridhaan-Nya.
Di sini mereka yang bersuluk dan mencari kebenaran akan menjumpai perbedaan yang amat besar. Sebagian yang lain cocok baginya ilmu yang lain pula. Demikianjuga di bidang amalan; ada dari para pencari oini yang cocok dan seuai baginya bersikap ‘uzlah (menyendiri) agar dapat mencapai hasil, tetapi bagi yang lain justru tidak cocok baginya keculi bergaul dengan dengan khalayak.
Ada yangsesuai baginya kecuali mencegah diri dari segla usaha memperoleh kebutuhan hidupnya, sedangkan yang lain tidak sesuai baginya kecuali terjun dalam usaha tersebut. Begitu pula dalam persoalan perlunya berpergian jauh dan mengembara untuk mempeoleh yang di cari atau tetap berdiam di tempatnya. Demikian itu berlaku seterusnya dalam berbagai ihwal dan persoalan yang berbeda-beda.
Apabila orang yang bersuluk itu telah memilih cara yang menurutnya pendapatnya paling sesuai, paling cocok, dan paling dekat pada keridhaan Tuhannya, serta mandatangkan anugrah dari-Nya, tidak sepatutnya ia mangecam atau memusuhi cara yang berlainan dengan caranya seandiri atau jalan yang berbeda dengan yang di tempuh semata-mata karena itu bukan cara dan jalnnya sendiri. Padahal, ia termasuk diantara cara dan jalan yang di restui dalam syariat dalam di paersaksikan kebenarannya dalam Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya.
Sedangkan Allah Swt. (bagi-Nya segala puji) telah menetapkan bgi tiap ilmu, orang-prang alim tetentu yang mengamalkannya;dan nbagi tiap kedudukan dan cara, oerang-orang yang mendudukinya dan menjalaninya. Tidak akan cocok bagi merekakecuali itu, da tidak akan mendapatkan ridha_Nya kecuali dengan cara itu. Dalam hal itunterlkandung suatu rahasia , bahkan banyak rahasia, dan banyak pula hikmah yang membutuhkan renungan tyang panjang dan amat sulit di capai kecuali oleh para ahli yang telah tercerahkan nuraninya dan tersucikan batinnya, yaitu orang-orang yang memandang dengan nur Allah Swt.
Selain itu, Seorang yag bersuluk hendaknya bersuluk hendaknya memperhitungkan sekiranya ia setiap kali mempelajari dan mengkaji suatu ilmu, amal, jalan, dan keadaan yang bukan menjadi pegangannya, selalu merasakan kerucuhan dalam hatinya serta kekalutan dalam suluknya itu, sebaiknya ia menghentikan pengkajian itu tak usah ia “menyinggahinya” sama sekali. Tetapi sekiranya tidak merasakan kericuhan dan kekalutan dalam hal itu, tak apalah ia mengkajinya juga.
Hendaknya orang yang bersuluk menyadari bahwa banyakan ragam ilmu, amal, dan thariqah serta terdapatnya kebaikan di dalamnya, semuanya untuk manusia, secara keseluruhan, dan bahwa seiap orang dari mereka mungkin cocok baginya suatu cara dan munajat baginya cara lain atau tidal menjadikebaikan baginya.
Semua itu dapat diumpamakan seperti meja hidangan yang di atasnya tersusun rapih berbagai macam makanan yang banyak agar para hadirin dan undangan dapat memilih apa yang sesuai untuknya, cocok bagi seleranya, dan baik untuk kondisi fisiknya, seraya meninggalkan makanan selain itu karena mungkin hal itu justru baik dan baik dan sesuai untuk hadirin yang lain.
Juga, ibarat pasar yang menghimpun geraneka ragam barang dagangan yang berlainan antara yang satu dan yang lainnya; apabila seseorang memasukinya akan mencari barang yang di butuhkan, cocok, dan sesuai denga kepentingannya sambil meninggalkan barang-barang yang lain.
Dalam hal ini, orang yang bersuluk tidak berhak mngajukan keberatan dan ketidak senangannya menyaksikan banyaknya barang dagangan di pasar tersebut semata-mata karena ia tidak membutuhkan dan tidak menginginkanya. Sebab, ia bukan satu-satunya pembeli sehingga tidak ada orang lain yang akan menginginkan dan menyukai sesuatu yang ia sendiri tidak mengnginkannya atau menyukainya.
Sumber : Al-‘Allamah ‘Abdullah Al-Haddad, Meraih Kebahagiaan Sejati: Jalan Hidup para Nabi dan Orang Suci, Bandung: Al-Bayan, 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar