اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّد
Umar dan Hamzah Hijrah
Akhirnya berangkatlah kaum Muslimin secara berangsur-angsur.
Yang tinggal di Mekah saat itu hanyalah Rasulullah ﷺ, Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib, Hamzah, Umar bin Khattab, dan beberapa gelintir orang yang tidak menemukan cara untuk meloloskan diri. Ketika Abu Bakar meminta izin untuk berhijrah, Rasulullah ﷺ menjawab, “Jangan tergesa-gesa, mungkin saja Allah memerintahkan aku berhijrah dengan disertai seorang kawan.”
Akhirnya, Hamzah pun berangkat bersama beberapa orang. Namun, beda dengan saudara-saudara Muslimnya yang berangkat dengan sembunyi-sembunyi. Hamzah bin Abdul Mutthalib berangkat terang-terangan sambil menyandang pedang. Sorot matanya seolah-olah berkata,
“Siapa pun yang berani mencegahku pergi, akan menghadapi tebasan pedang!”
Melihat sorot mata itu, tidak seorang Quraisy pun yang berani bertanya-tanya.
Setelah itu, Umar bin Khattab pun menyusul. Ia pergi bersama beberapa orang lemah dan miskin yang tidak mungkin dibiarkan pergi jika dikawal seorang pelindung yang disegani Quraisy.
Sambil menyandang pedang, meletakkan busurnya di pinggang. Umar bin Khattab pergi melewati Ka’bah. Tangannya menggenggam anak-anak panah. Di hadapan para pembesar Quraisy yang sedang duduk-duduk disitu, ia berkata,
“Siapa di antara kalian yang ingin ibunya merasakan kematian anaknya, yang ingin anaknya menjadi yatim, dan istrinya menjadi janda, temuilah aku di belakang lembah ini.”
Namun, tidak seorang pun beranjak memenuhi tantangan itu. Melihat tantangannya tidak terjawab, Umar bin Khattab melompat ke atas kuda dan pergi memimpin rombongan hijrah. Kepergiannya diikuti tatapan penuh rasa takut sekaligus benci orang-orang yang memusuhi Islam.
Kini, tinggallah Rasulullah ﷺ, Abu Bakar, dan Ali bin Abu Thalib yang belum berhijrah. Melihat Rasulullah ﷺ sendirian, para pemuka Quraisy merencanakan sesuatu yang jahat untuk mencelakakan beliau.
Quraisy Mengincar Rasulullah ﷺ
Pada sebuah pertemuan bernama Darun Nadwah, para pemimpin Quraisy berkumpul untuk menentukan sikap terhadap Rasulullah ﷺ.
“Sudah berkali-kali kita membicarakan kepergian Muhammad dan pengikutnya ke Yatsrib, tetapi sampai saat ini tidak ada satu pun tindakan yang bisa kita lakukan!” ujar seseorang.
“Betul, padahal persoalan ini begitu gawat buat kita. Sadarilah oleh kalian, jika Muhammad dan pengikutnya berkumpul di Yatsrib, suatu saat bisa saja mereka datang ke sini untuk menyerang kita!”
“Dan kafilah-kafilah dagang kita!” jerit yang lain. “Kafilah-kafilah dagang kita harus melalui daerah pinggiran Yatsrib untuk bisa sampai ke Syam! Apa jadinya jika perdagangan kita mereka tutup? Kita akan kelaparan dan menderita! Persis seperti kita mengurung Muhammad dan keluarganya selama beberapa tahun di Syi’ib Abu Thalib!”
Semua orang bergidik ngeri membayangkan kemungkinan itu. Sejenak tidak seorang pun tahu harus berkata apa. Sampai akhirnya, seseorang memecahkan keheningan,
“Kita harus segera bertindak! Kemukakan usul kalian tentang apa yang harus kita lakukan!”
“Masukkan dia dalam kurungan besi dan tutup pintunya rapat-rapat, kemudian kita awasi biar dia mengalami nasib seperti penyair-penyair semacamnya sebelum dia, seperti Zuhair dan Nabighah!”
Namun pendapat ini tidak mendapat dukungan yang lain.
“Kita usir dia! Buang saja dia keluar Mekah!”
Namun, nanti dia bisa bergabung dengan pengikutnya di Yatsrib!”
Akhirnya mereka menyetujui usul Abu Jahal yang sangat kejam,
“kita ambil seorang anak muda yang tangguh dan terpandang dari setiap suku. Kemudian suruh mereka menusuk Muhammad secara bersama-sama dengan pedang-pedang yang telah diasah setajam mungkin. Bani Abdu Manaf dan Bani Hasyim tidak akan bisa membalas kematian Muhammad karena seluruh suku di sini terlibat pembunuhan itu! Paling-paling kita hanya harus membayar ganti rugi yang bisa kita tanggung bersama-sama!”
Persiapan Hijrah Rasulullah ﷺ
Pada hari dilaksanakannya rapat untuk membunuh Rasulullah ﷺ. Jibril turun dan menyampaikan firman Allah ﷻ yang membongkar rencana Quraisy tersebut. Setelah itu, Jibril berkata,
“Ya Rasulullah! Jangan Anda tidur malam ini di atas tempat tidur yang biasa, sesungguhnya Allah menyuruh Anda agar berangkat hijrah ke Yatsrib.”
Jibril juga menyampaikan bahwa kawan hijrah Rasulullah ﷺ adalah Abu Bakar. Setelah mendengar perintah tersebut, tanpa membuang waktu lagi, Rasulullah ﷺ pergi ke rumah Abu Bakar.
Saat itu, tengah hari. Panas matahari terasa membakar kepala. Rasulullah ﷺ berjalan sambil menutup muka dan kepala. Begitu tiba di depan rumah Abu Bakar, beliau segera memanggil-manggil sahabatnya itu.
Abu Bakar terkejut,
“Rasulullah sampai memerlukan datang di tengah panas yang amat menyengat begini, pasti ada sesuatu yang penting.”
Tergesa-gesa Abu Bakar keluar menyambut Rasulullah ﷺ dan menyilakan beliau masuk. Rasulullah ﷺ duduk dan berkata,
“Allah telah mengizinkan aku keluar dan hijrah.”
Dengan hati berdebar dan penuh harap, Abu Bakar bertanya,
“Berkawan dengan ….. saya ya Rasulullah?”
Rasulullah ﷺ tersenyum, ” Ya dengan izin Allah.”
Saat itu juga, Abu Bakar menangis karena begitu bahagia. Sudah berbulan-bulan lamanya ia berharap agar Allah ﷻ memberinya kehormatan untuk menemani hijrah Rasulullah ﷺ. Saat ini, impiannya itu menjadi kenyataan.
Abu Bakar bangkit dan menunjukkan dua ekor unta yang sangat bagus,
“Ya Rasulullah ambillah salah satu dari kedua ekor unta ini untuk kendaraan Tuan.”
Rasulullah ﷺ kemudian memilih seekor unta dan beliau namakan Al-Qushwa. Abu Bakar segera berkemas. Beliau memerintahkan kedua putrinya, yaitu Aisyah dan Asma, untuk membantu menyiapkan bekal.
Rasulullah ﷺ cepat-cepat kembali ke rumah dan memanggil Ali bin Abi Thalib. Beliau berpesan agar Ali mengembalikan semua barang orang-orang yang sebelumnya dititipkan kepada Rasulullah ﷺ.
Pemandu
Rasulullah ﷺ dan Abu Bakar menyewa seorang pemandu atau penunjuk jalan bernama Abdullah bin Uraiqith. Ia termasuk orang Quraisy yang tinggal di luar kota Mekah. Ia hafal benar jalan-jalan dan situasi di daerah itu. Ia masih seorang musyrik, tetapi dapat dipercaya.
Daya Tahan Rasulullah ﷺ
Hijrah menandai berakhirnya periode Mekah dalam dakwah Rasulullah ﷺ. Selama 13 tahun berdakwah di Mekah, Rasulullah ﷺ telah menunjukkan daya tahan, kesabaran, dan ketabahan yang luar biasa. Beliau menerima semua perlakuan buruk orang kafir selama bertahun-tahun tanpa amarah, apalagi hingga patah semangat.
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar