اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Mekah Terkejut
Sementara itu keadaan sebaliknya menimpa Mekah, Al Haisuman bin Abdullah Al Khuza’i tergesa-gesa memasuki Mekah. Diberitakannya kehancuran pasukan Quraisy dan bencana yang telah menimpa para pemimpin, pembesar, dan bangsawan mereka. Mulanya orang Mekah tidak percaya, tetapi setelah yakin bahwa Al Haisuman tidak mengigau, seluruh kota menjadi penuh dengan jerit tangis.
Abu Lahab yang tidak ikut berperang sangat terpukul mendengarkan berita mengerikan itu.
“Tidak mungkin!”
“Tidak mungkin!” demikian igaunya. Keesokan harinya, ia jatuh sakit dan menderita demam selama tujuh hari sebelum akhirnya meninggal.
Para pemuka Quraisy pun berkumpul untuk memutuskan yang akan mereka lakukan.
“Ingat sesedih apa pun hati kita jangan menunjukkan duka cita secara berlebihan,” demikian kata salah seorang di antara mereka.
“Jika Muhammad dan teman-temannya mendengar ini, mereka akan mengejek kita habis-habisan,”
“Jangan cepat-cepat datang membawa tebusan untuk membebaskan para tawanan,” usul yang lain.
“Nanti Muhammad akan meminta harga yang terlampau tinggi! Kita tunggu kesempatan baik untuk menebus mereka.”
Setelah beberapa lama barulah orang-orang Quraisy berdatangan untuk menebus para tawanan. Salah seorang di antaranya adalah Mikraz bin Hafz. Dia datang untuk menebus Suhail bin Amir. Suhail dikenal suka menjelek-jelekkan Rasulullah ﷺ. Begitu mengetahui Suhail akan dibebaskan Umar Bin Khattab menjadi sangat geram.
Ia mendatangi Rasulullah ﷺ sambil berkata,
“Rasulullah ijinkan saya mencabut 2 gigi seri Suhail bin Amir supaya lidahnya tidak terjulur keluar dan tidak lagi berpidato mencercamu di mana-mana.”
Namun Rasulullah ﷺ menjawab permintaan Umar itu dengan kata-kata yang sangat agung,
“Aku tidak akan memperlakukannya secara kejam, supaya Allah tidak memperlakukan aku demikian, Sekali pun aku seorang nabi.
Hindun
Seberapa pun kuatnya orang-orang Quraisy menutupi kesedihannya, luka yang dalam itu tidak terbendung juga. Para wanita Quraisy selama sebulan penuh menangisi mayat-mayat para pejuang mereka. Mereka menggunting rambutnya sendiri, lalu membawa kuda dan unta orang yang sudah mati. Setelah itu mereka menangis sambil mengelilinginya.
Hampir semua wanita yang kehilangan kerabatnya berlaku demikian, kecuali Hindun binti Utbah, Istri Abu Sufyan.
Ketiga orang yang mati dalam duel sebelum pertempuran adalah orang-orang terdekat yang sangat disayangi Hindun. Utbah bin Rabiah adalah ayahnya, Syaibah bin Rabiah adalah pamannya, dan Walid Bin Utbah adalah kakaknya.
Belum lagi beberapa keluarganya yang lain yang juga mati dalam pertempuran. Bisa dikatakan di antara wanita Quraisy Hindunlah yang paling banyak kehilangan sehingga pantaslah jika ia menunjukkan duka cita lebih banyak dibanding yang lain.
Melihat Hindun tidak menangis, para wanita Quraisy keheranan. Beberapa dari mereka mendatangi Hindun sambil bertanya,
“Kau tidak menangisi ayahmu, saudaramu, pamanmu, dan keluargamu yang lain?”
Hindun berpaling dan menatap kawan-kawannya dengan tajam. Para wanita itu terkejut mengetahui bahwa bukan air mata yang mereka lihat di mata Hindun, melainkan api dendam yang berkobar-kobar.
Hindun menjawab dengan kata-kata keras,
“Aku menangisi mereka supaya nanti didengar oleh Muhammad dan teman-temannya sehingga mereka bisa menyoraki kita, begitu? Dan supaya wanita-wanita Khazraj juga bisa menyoraki kita? Tidak! Aku harus menuntut balas kepada Muhammad dan teman-temannya! Haram bagi kita memakai minyak wangi sebelum kita dapat memerangi Muhammad.”
“Sungguh kalau aku dapat mengetahui bahwa kesedihan dapat hilang dari hatiku, tentu aku menangis. Tetapi kesedihan ini baru akan hilang, kalau mayat orang yang telah membunuh orang-orang yang kucinta itu sudah kulihat dengan mata kepalaku sendiri!”
Setelah itu, Hindun benar-benar menjalankan sumpahnya. Ia tidak memakai minyak wangi atau mendekati suaminya. Ia terus dan terus membakar semangat dendam orang-orang Quraisy sampai kemudian tiba saat Perang Uhud. Abu Sufyan sendiri bersumpah tidak akan mencuci kepala dengan air sebelum ia memerangi kembali Rasulullah.
Kisah Menantu Rasulullah
Salah seorang tawanan perang Badar adalah Abul Ash bin Rabi Ia adalah menantu Rasulullah. Karena ia menikahi Putri beliau Zainab, untuk menebus suaminya, Zainab mengirimkan Seuntai kalung peninggalan ibunya kepada Rosulullah. Ketika melihat kalung milik Khadijah itu, Rasulullah ﷺ amat terharu, air mata pun menetes di pipi beliau.
Melihat duka Rasulullah ﷺ, para sahabat setuju untuk membebaskan Abul Ash bin Rabi tanpa harus membayar tebusan. Rasulullah ﷺ mengembalikan kalung Khadijah kepada Abul Ash dan meminta agar Abul Ash menceraikan Zainab.
Menurut hukum Islam, seorang wanita Mukmin memang tidak boleh menikahi laki-laki kafir. Abul Ash menyetujui permintaan itu.
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar