اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Bertemu Kakek dan Ibunda
Tidak lama kemudian, datanglah seseorang bernama Waraqah bin Naufal dan seorang temannya dari Quraisy. Keduanya menyerahkan Muhammad kepada Abdul Muthalib,
"Ini anakmu, kami menemukannya di Mekah Atas." Alangkah lega dan gembiranya Abdul Muthalib. "Cucuku!" katanya sambil mendekap Muhammad.
Abdul Muthalib memperhatikan cucunya dengan wajah berseri-seri, "Apakah kamu mau
kakek ajak menunggangi unta yang hebat?" "Mau. Tetapi, mana untanya kek?"
Sambil tertawa, orang tua itu mengangkat Muhammad dan mendudukkannya di atas bahu. "Kau kini telah menduduki untanya, Nak! Ha....ha....ha...."
"Wah, unta hebatnya kok sudah tua ya Kek?"
"Biar tua, tapi ini unta yang hebat, cucuku! Lihat unta ini mampu mengajakmu berthawaf mengelilingi Ka'bah."
Abdul Muthalib membawa Muhammad berthawaf di Kabah. Setelah itu ia memintakan perlindungan Tuhan untuk cucunya itu dan mendoakannya.
"Mari kita menemui ibumu sekarang," ajak Abdul Muthalib.
Alangkah senangnya anak dan ibu itu ketika mereka saling bertemu. Walaupun demikian, tersisip kesedihan di hati Muhammad ketika ia melepas Halimah As Sa'diyah, ibu susu yang selama ini telah merawatnya dengan limpahan kasih yang demikian besar.
"Selamat tinggal Muhammad. Jadilah orang besar seperti yang pernah dikatakan ibumu," kata Halimah sambil beranjak pergi.
Sampai dewasa, Muhammad tidak pernah memutuskan tali silaturahim dengan ibu susunya itu.
Gembala Kambing
Mulai dari hidupnya di Bani Sa'ad sampai masa kecilnya di Mekah, hidup Nabi Muhammad dilalui sebagai seorang gembala.
Waraqah bin Naufal
Waraqah bin Naufal adalah paman Khodijah
(kelak menjadi istri Muhammad).
Waraqah bin Naufal tidak menyukai berhala. Ia tetap mengikuti ajaran Nabi Ibrahim dan
Nabi Ismail, menjadi hamba Allah yang setia.
Ia tidak meminum minuman keras dan tidak berjudi. Ia bermurah hati terhadap orang orang miskin yang membutuhkan pertolongannya.
Di Bawah Asuhan Kakek
Sejak itu, Abdul Muthalib bertindak sebagai pengasuh cucunya. Ia mengasuh Muhammad dengan sungguh-sungguh dan mencurahkan segala kasih sayangnya.
Abdul Muthalib adalah pemimpin seluruh Quraisy dan seluruh Mekah. Untuk dia, diletakkan hamparan khusus tempatnya duduk di bawah naungan Ka'bah. Anak-anak beliau, paman-
paman Muhammad, tidak ada yang berani duduk di tempat itu. Mereka duduk di sekeliling hamparan itu sebagai penghormatan kepada ayah mereka.
Suatu saat, Muhammad kecil yang montok itu duduk di atas hamparan tersebut. Serentak paman-paman beliau langsung memegang dan menahan Muhammad agar tidak duduk di atas hamparan. Namun, ketika Abdul Muthalib datang dan melihat kejadian tersebut, berkata:
"Biarkan anakku itu," katanya, "Demi Allah, sesungguhnya dia akan memiliki kedudukan yang agung."
Kemudian, Abdul Muthalib duduk di atas hamparan tersebut sambil memangku Muhammad. Dielus-elusnya punggung Muhammad penuh sayang. Abdul Muthalib bergembira dengan apa yang dilakukan cucunya itu.
Lebih-lebih lagi, kecintaan kakek kepada cucunya itu timbul ketika Aminah kemudian berniat membawa Muhammad ke Yatsrib untuk diperkenalkan kepada saudara-saudara ibunya dari keluarga Najjar.
Perjalanan ini juga bertujuan menengok makam Abdullah, ayah Muhammad. Sudah lama Aminah memendam keinginan untuk menengok makam suami tercintanya itu. Kini, ia akan berangkat dengan ditemani putranya seorang.
Aminah Wafat
Dalam perjalanan itu, Aminah membawa Ummu Aiman, budak perempuan peninggalan Abdullah. Sesampainya di Yatsrib, mereka disambut oleh saudara-saudara Aminah. Kepada Muhammad diperlihatkan rumah tempat ayahnya meninggal dulu serta tempat ia dikuburkan.
Itu adalah saat pertama Muhammad benar-benar merasa dirinya sebagai anak yatim. Apalagi ia mendengar ibunya bercerita panjang lebar tentang sang ayah tercinta yang setelah beberapa waktu tinggal bersama-sama, kemudian meninggal dunia.
(Di kemudian hari, setelah hijrah, pernah juga Rasulullah SAW menceritakan kepada
sahabat-sahabatnya tentang kisah perjalanan masa kecil beliau ke Yatsrib yang saat itu telah berubah nama menjadi Madinah.
Beliau amat terkenang dengan perjalanan bersama ibunya itu, kisah perjalanan penuh cinta pada Madinah, kisah penuh duka pada orang yang ditinggalkan keluarganya.)
Sesudah cukup sebulan tinggal di Madinah, mereka pun bersiap pulang. Mereka berjalan dengan menggunakan dua ekor unta yang mereka bawa dari Mekah.
Akan tetapi, di tengah perjalanan, di sebuah tempat bernama Abwa*), Aminah menderita sakit hingga kemudian meninggal di tempat itu.
"Ibu! Ibu!" panggil Muhammad kepada ibunya yang sudah wafat.
Dalam pelukan Ummu Aiman, dengan air mata meleleh, Muhammad menyaksikan tubuh ibunya dikuburkan di tempat itu.
Pada usia enam tahun. Muhammad SAW telah menjadi seorang anak yatim piatu. ﺪﻤﺤﻣ لآ ﻋ و ﺪﻤﺤﻣ ﻋ ﻞﺻ ﻢﻬﻠﻟا
*) Abwa
Abwa adalah sebuah dusun yang terletak di antara Madinah dengan Juhfa. Jaraknya 37 km dari Madinah
Bersambung
Bertemu Kakek dan Ibunda
Tidak lama kemudian, datanglah seseorang bernama Waraqah bin Naufal dan seorang temannya dari Quraisy. Keduanya menyerahkan Muhammad kepada Abdul Muthalib,
"Ini anakmu, kami menemukannya di Mekah Atas." Alangkah lega dan gembiranya Abdul Muthalib. "Cucuku!" katanya sambil mendekap Muhammad.
Abdul Muthalib memperhatikan cucunya dengan wajah berseri-seri, "Apakah kamu mau
kakek ajak menunggangi unta yang hebat?" "Mau. Tetapi, mana untanya kek?"
Sambil tertawa, orang tua itu mengangkat Muhammad dan mendudukkannya di atas bahu. "Kau kini telah menduduki untanya, Nak! Ha....ha....ha...."
"Wah, unta hebatnya kok sudah tua ya Kek?"
"Biar tua, tapi ini unta yang hebat, cucuku! Lihat unta ini mampu mengajakmu berthawaf mengelilingi Ka'bah."
Abdul Muthalib membawa Muhammad berthawaf di Kabah. Setelah itu ia memintakan perlindungan Tuhan untuk cucunya itu dan mendoakannya.
"Mari kita menemui ibumu sekarang," ajak Abdul Muthalib.
Alangkah senangnya anak dan ibu itu ketika mereka saling bertemu. Walaupun demikian, tersisip kesedihan di hati Muhammad ketika ia melepas Halimah As Sa'diyah, ibu susu yang selama ini telah merawatnya dengan limpahan kasih yang demikian besar.
"Selamat tinggal Muhammad. Jadilah orang besar seperti yang pernah dikatakan ibumu," kata Halimah sambil beranjak pergi.
Sampai dewasa, Muhammad tidak pernah memutuskan tali silaturahim dengan ibu susunya itu.
Gembala Kambing
Mulai dari hidupnya di Bani Sa'ad sampai masa kecilnya di Mekah, hidup Nabi Muhammad dilalui sebagai seorang gembala.
Waraqah bin Naufal
Waraqah bin Naufal adalah paman Khodijah
(kelak menjadi istri Muhammad).
Waraqah bin Naufal tidak menyukai berhala. Ia tetap mengikuti ajaran Nabi Ibrahim dan
Nabi Ismail, menjadi hamba Allah yang setia.
Ia tidak meminum minuman keras dan tidak berjudi. Ia bermurah hati terhadap orang orang miskin yang membutuhkan pertolongannya.
Di Bawah Asuhan Kakek
Sejak itu, Abdul Muthalib bertindak sebagai pengasuh cucunya. Ia mengasuh Muhammad dengan sungguh-sungguh dan mencurahkan segala kasih sayangnya.
Abdul Muthalib adalah pemimpin seluruh Quraisy dan seluruh Mekah. Untuk dia, diletakkan hamparan khusus tempatnya duduk di bawah naungan Ka'bah. Anak-anak beliau, paman-
paman Muhammad, tidak ada yang berani duduk di tempat itu. Mereka duduk di sekeliling hamparan itu sebagai penghormatan kepada ayah mereka.
Suatu saat, Muhammad kecil yang montok itu duduk di atas hamparan tersebut. Serentak paman-paman beliau langsung memegang dan menahan Muhammad agar tidak duduk di atas hamparan. Namun, ketika Abdul Muthalib datang dan melihat kejadian tersebut, berkata:
"Biarkan anakku itu," katanya, "Demi Allah, sesungguhnya dia akan memiliki kedudukan yang agung."
Kemudian, Abdul Muthalib duduk di atas hamparan tersebut sambil memangku Muhammad. Dielus-elusnya punggung Muhammad penuh sayang. Abdul Muthalib bergembira dengan apa yang dilakukan cucunya itu.
Lebih-lebih lagi, kecintaan kakek kepada cucunya itu timbul ketika Aminah kemudian berniat membawa Muhammad ke Yatsrib untuk diperkenalkan kepada saudara-saudara ibunya dari keluarga Najjar.
Perjalanan ini juga bertujuan menengok makam Abdullah, ayah Muhammad. Sudah lama Aminah memendam keinginan untuk menengok makam suami tercintanya itu. Kini, ia akan berangkat dengan ditemani putranya seorang.
Aminah Wafat
Dalam perjalanan itu, Aminah membawa Ummu Aiman, budak perempuan peninggalan Abdullah. Sesampainya di Yatsrib, mereka disambut oleh saudara-saudara Aminah. Kepada Muhammad diperlihatkan rumah tempat ayahnya meninggal dulu serta tempat ia dikuburkan.
Itu adalah saat pertama Muhammad benar-benar merasa dirinya sebagai anak yatim. Apalagi ia mendengar ibunya bercerita panjang lebar tentang sang ayah tercinta yang setelah beberapa waktu tinggal bersama-sama, kemudian meninggal dunia.
(Di kemudian hari, setelah hijrah, pernah juga Rasulullah SAW menceritakan kepada
sahabat-sahabatnya tentang kisah perjalanan masa kecil beliau ke Yatsrib yang saat itu telah berubah nama menjadi Madinah.
Beliau amat terkenang dengan perjalanan bersama ibunya itu, kisah perjalanan penuh cinta pada Madinah, kisah penuh duka pada orang yang ditinggalkan keluarganya.)
Sesudah cukup sebulan tinggal di Madinah, mereka pun bersiap pulang. Mereka berjalan dengan menggunakan dua ekor unta yang mereka bawa dari Mekah.
Akan tetapi, di tengah perjalanan, di sebuah tempat bernama Abwa*), Aminah menderita sakit hingga kemudian meninggal di tempat itu.
"Ibu! Ibu!" panggil Muhammad kepada ibunya yang sudah wafat.
Dalam pelukan Ummu Aiman, dengan air mata meleleh, Muhammad menyaksikan tubuh ibunya dikuburkan di tempat itu.
Pada usia enam tahun. Muhammad SAW telah menjadi seorang anak yatim piatu. ﺪﻤﺤﻣ لآ ﻋ و ﺪﻤﺤﻣ ﻋ ﻞﺻ ﻢﻬﻠﻟا
*) Abwa
Abwa adalah sebuah dusun yang terletak di antara Madinah dengan Juhfa. Jaraknya 37 km dari Madinah
Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar